Kamis, 09 Desember 2010

Being (nice) friend

Dua orang pria sama-sama tengah menderita sakit parah, menempati sebuah kamar di suatu rumah sakit.

Setiap sore, satu diantaranya diizinkan bangun dari tempat tidurnya, sekitar satu jam, untuk membantu mengeringkan cairan dalam paru-parunya. Tempat tidurnya memang berada di bawah satu-satunya jendela di kamar itu. Sementara pria tetangganya hanya bisa berbaring di tempat tidurnya sepanjang hari.

Kedua orang itu larut dalam obrolan sepanjang waktu. Mereka bercerita tentang istri, keluarga, rumah, pekerjaan dan keterlibatan mereka dulu dalam kegiatan wajib militer.

Setiap sore, ketika pria yang terbaring dekat jendela mendapat kesempatan untuk duduk, ia menceritakan pada tetangganya segala hal yang dapat ia saksikan di balik jendela.

Pria tetangganya senantiasa mulai merasakan hidup, sepanjang setiap satu jam itu, dunianya kembali melebar dan bergairah karena kisah dan warna-warni kehidupan di luar.

Di balik jendela terbentang taman dengan danau yang indah. Bebek dan angsa berenang-renang disana, sementara anak-anak bermain kapal-kapalan.

Pasangan kekasih berjalan bergandengan diantara warna-warni pelangi mahkota bunga-bungaan. Pepohonan tua dan besar mempercantik pemandangan, dan barisan gedung pencakar langit tampak dari kejauhan.

Setiap kali pria di dekat jendela itu menceritakan kisahnya dengan rinci, pria tetangganya memejamkan mata, membayangkan segala keelokkannya.

Suatu sore yang cerah pria itu menceritakan satu arak-arakan karnaval yang tengah lewat. Meskipun tetangganya tak dapat mendengarkan drumband dalam karnaval itu, ia dapat menyaksikannya lewat mata batinnya, ketika pria di dekat jendela menuturkannya dengan kata-kata.

Hari demi hari, minggu demi minggu terlewat.

Pada suatu pagi, ketika perawat jaga hari itu masuk ke kamar pasien dengan membawa air untuk memandikan mereka, yang ia temukan hanyalah sesosok tubuh tak bernyawa terbaring di dekat jendela. Rupanya ia telah meninggal dengan tenang dalam tidurnya.

Betapa terkejutnya si perawat. Dipanggilnya petugas untuk memindahkan mayat tersebut. Beberapa saat kemudian, ketika suasana kembali seperti sediakala, pria yang satunya minta pihak rumah sakit memindahkannya ke tempat tidur di dekat jendela itu. Tentu, perawat dengan senang hati memenuhi permintaannya. Dan setelah memastikan pasiennya merasa nyaman, ia meninggalkan kamar tersebut.

Dengan bersusah payah dan menahan sakit luar biasa, pria itu mencoba menopang tubuhnya dengan sebelah sikunya. Untuk pertama kalinya ia mencoba memandang ke luar jendela.

Akhirnya ia berhasil menyaksikannya sendiri dengan mata kepala.

Ia tertegun menyaksikan pemandangan di balik jendela di sebelah tempat tidurnya itu. Jendela itu ternyata menghadap tembok kosong.Pria itu pun bertanya kepada sang perawat : apa yang sekiranya mendorong pasien tetangganya yang kini telah tiada tersebut menuturkan kisah-kisah yang begitu indah di balik jendela itu.

Perawat menjawab bahwa pria itu seorang buta, dan karenanya bahkan tak mungkin dapat melihat dinding itu. ”Barangkali ia Cuma ingin memberimu semangat” tambah sang perawat.

Sungguh ada kebahagiaan tiada terkira dengan membuat orang lain berbahagia, betapapun rasa gundah yang sedang menyelimuti diri kita sendiri. Keluhan yang dikatakan pada orang lain adalah membagi setengah dari penderitaan itu sendiri, tapi kebahagiaan kala dibagikan akan berlipat dua.

Kalau Anda ingin merasa kaya, hitunglah segala hal yang kau miliki yang tak terbeli oleh uang.

Hari ini adalah anugerah, itu sebabnya ia disebut (Bahasa Inggris) present (hadiah).

Keluhan yang dikatakan pada orang lain adalah membagi setengah dari penderitaan itu sendiri, tapi kebahagiaan kala dibagikan akan berlipat dua.


(copas dari sebuah note di fb: Ranni Artha)